"Hanya ada satu 'aku' di dunia. Dengan begitu aku adalah sesuatu yang amat spesial. Diriku adalah sesuatu yang harus aku jaga selamanya. Diriku adalah sesuatu yang harus kubantu dengan perlahan, kutuntun selangkah demi selangkah dengan penuh kasih sayang dan kehangatan. Diriku adalah sesuatu yang butuh istirahat sesaat sambil menarik napas panjang atau terkadang butuh cambukan agar bisa bergerak ke depan. Aku percaya bahwa aku akan menjadi semakin bahagia jika aku semakin sering melihat ke dalam diriku sendiri."
- Baek Se Hee, dalam I Want To Die But I Want To Eat Tteokpokki.
Itulah sepotong kutipan yang sudah kutulis di blog ini sejak 4 tahun lalu, yang lagi-lagi hanya berakhir di draft. Draft tersebut tertinggal tanpa berisikan narasi apapun, tidak juga dilengkapi konteks dibalik terpilihnya sepotong kutipan tersebut untuk dituliskan. Namun membacanya kembali hari ini, sepertinya rasanya hanya sesederhana bahwa kutipan itu dekat. Lebih tepatnya, mungkin paling tidak hal itulah yang selama ini ingin kupercaya dengan susah payah.
Tanggal 16 Oktober 2025, tepat seminggu yang lalu, i heard that the writer of this book is passed away. Di tengah mendengar berita duka itu, lagi-lagi penyesalan yang hanya bisa muncul karena niat menulis review buku ini yang belum pernah terlaksana. Sebagai buku non fiction-self improvement pertama yang kubeli, walaupun menghabiskan waktu yang lama, buku ini menyadarkan bahwa ternyata aku bisa membaca buku non fiction hingga habis walaupun dengan berpuluh-puluh kali duduk.
Setelah dibeli pada 23 November 2019, buku ini baru selesai kubaca pada 2 tahun kemudian di tanggal 31 Desember 2021. Menyelesaikan buku ini akhirnya membuka pada pembelian buku-buku self improvement selanjutnya, yang sebenarnya masih juga menjadi pekerjaan rumah untuk diselesaikan. Namun yang dapat kusampaikan dari buku ini adalah, buku ini bisa menjadi pembuka untuk orang-orang yang ingin memulai untuk membaca buku self improvement karena bentuknya yang berupa essay dan percakapan penulis selama menjalani terapi akibat depresinya. Format seperti ini menjadikan buku ini tidak berkesan menggurui dan dapat memosisikan agar lebih dekat dengan pembaca. Tak heran buku ini menjadi buku best seller nomor satu di Korea dan sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa di seluruh dunia.
Buku ini dengan cepat menarik perhatian dari hanya membaca judulnya saja, yang ku jamin pasti banyak juga yang membelinya karena alasan demikian. Judul ini menggambarkan tentang bagaimana depresi dapat tersembunyi dibalik keinginan-keinginan kecil untuk tetap bertemu dengan hari esok dan menyambut apa yang kita suka, walaupun seperti sesederhana keinginan untuk memakan jajanan pinggir jalan khas Korea yaitu Teokpokki, makanan kesukaan sang penulis. Depresi dapat hadir di balik orang yang terlihat menjalani hidup dengan baik-baik saja, namun menyelesaikan apa yang ada di baliknya tidak sesederhana yang terlihat.
Selain kutipan di awal tadi, yang kudapat ketika membuka kembali buku ini adalah 2 buah catatan tanganku mengenai validitas perasaan serta berpikir ekstrem hitam dan putih. Berpikir secara ekstrem bahwa hanya ada dua cara berpikir dan menyikapi sesuatu dengan 100% hitam atau 100% putih adalah salah satu kecenderungan berpikir orang-orang yang mengalami depresi. Cara berpikir ini membuat pandangan dalam menyikapi sesuatu menjadi terpolarisasi dan tidak ada abu-abu di antaranya. Padahal tidak seluruhnya yang dianggap benar mungkin 100% benar, dan begitu pula sebaliknya. Bahkan cara berpikir ini berbahaya karena dapat memengaruhi cara kita menilai keberhasilan atau kegagalan diri kita. Kegagalan kita dalam satu hal tidak membuat keseluruhan hidup kita menjadi gagal bukan?
Berhubungan juga dengan poin pertama yaitu validitas perasaan, merasa sedih ketika mengalami kegagalan adalah sebuah hal yang wajar dan valid untuk dirasakan. Hal tersebut juga dapat membantu memproses kesedihan itu sendiri hingga nantinya akan mereda sedikit demi sedikit. Maka tidak masalah kok jika kita merasa sedih ketika gagal, namun harus diingat bahwa masih banyak hal lain yang dapat kita usahakan (semoga menginternalisasikan hal ini dalam diri dapat dilakukan semudah menuliskannya).
Terakhir, selamat beristirahat dengan tenang, Baek Se Hee. Your words helped so many.
(Written originally by Salma Fadhilah on salmafadhilah.blogspot.com)





Komentar
Posting Komentar
Comments are welcomed! Siapa tahu pertanyaan kamu sudah pernah dijawab, jangan lupa cek dulu pertanyaan yang sering ditanya di Jawaban Pertanyaan Umum/Frequetly Asked Questions (FAQ) ya! Jangan lupa juga centang kotak "notify me"/"beritahu saya" supaya ada notification jika pertanyaannya sudah dijawab. Terimakasih :)