[gambar hanya ilustrasi ._.v] |
Pertanyaan tersebut sudah terjawab oleh salah satu alumni saat itu
juga. Segala sanggahan tentang mitos IP aktivis yang biasanya tipis telah
diberikan dan dilontarkan dengan bersemangat. Namun saat ditanya tentang hasil
real individu, masih belum ada yang berani menyebutkan angka karena banyak
faktor, salah satunya karena memang hasil IP semester yang belum keluar.
Jika bicara angka dan fakta, kini setelah setengah dari proses
perkuliahan semester dua berjalan, alhamdulillah didapatkan data 80% atau 16
dari 20 orang yang bersedia menyebutkan IP-nya mendapatkan IP semester satu
diatas 3. Dan dari 80% itu, satu diantaranya mendapatkan IP sempurna yaitu 4, serta beberapa lainnya nyaris 4. Maka secara umum, dari IP pertama angkatan 1 smait insantama yang
tergolong memuaskan itu, dan fakta bahwa sebagian besar alumni aktif di lembaga dakwah
kampus masing-masing, dapat dikatakan bahwa mitos 'aktivis selalu ber-IP tipis'
dapat terbantahkan.
Angka indeks prestasi atau IP sebenarnya
bukan faktor penentu kesuksesan seseorang seperti halnya nilai ujian atau NEM UN saat masih menginjak di bangku sekolah. Tetapi setidaknya hal itu dapat
menjadi gambaran, sesukses apakah kita dalam menyeimbangkan dua hal yang
sama-sama menjadi kewajiban kita itu. Dengan IP yang diatas rata-rata, namun gerak
dakwah pun tidak tertinggal dibelakang.
Aktivitas dakwah adalah sesuatu yang wajib
seperti hal-nya menuntut ilmu. Maka tidaklah beralasan untuk meninggalkan dakwah
karena ingin fokus dalam menuntut ilmu, padahal keduanya adalah sama-sama wajib
dan harus berjalan selaras. Dakwah bukan sesuatu yang dapat memberatkan
aktivitas sehari-hari kita, dan justru dapat mempermudah. Seperti janji allah
dalam Quran surat Muhammad ayat 7, "barang
siapa yang membantu agama allah (dengan jalan dakwah) maka allah akan
menolongnya dan meneguhkan kedudukannya". Tentu, allah tidak akan membebani
kita dengan beberapa peran sekaligus kecuali kita memang mampu menerimanya dan
melaksanakannya dengan baik.
Tentu belum hilang juga dari ingatan,
cerita tentang salah satu alumni SMAIT Insantama angkatan 1 yaitu Muhamad Fatih Nasrullah yang mendapat huruf mutu A di hampir semua mata kuliah karena
memperjuangkan kejujuran saat ujian bukan? Hal itu merupakan salah satu contoh
pertolongan Allah, sehingga ia di semester satunya mendapatkan IP nyaris 4
yaitu 3,91. Padahal di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta tempatnya berkuliah, huruf
mutu A amat sulit didapatkan karena harus menembus angka 90 dari 100. Disamping
itu, ia juga aktif di lembaga dakwah kampusnya dan sudah sering mengisi berbagai
kajian-kajian keislaman.
Kuncinya sekali lagi terletak pada bagaimana kita dapat mengatur waktu sebaik-baiknya hingga kedua hal tersebut bisa berjalan seimbang tanpa mengabaikan satu sama lain. Tidak perlu takut IP berada di bawah
teman-teman yang hanya fokus total di akademik, karena sibuk dengan agenda
dakwah dan organisasi. Karena ternyata, tidak selalu orang yang fokus di
akademik akan mendapatkan IP yang lebih tinggi. Walaupun hal itu terjadi,
output yang kita dapatkan pasti lebih dari yang hanya fokus di akademik. Prestasi pun tidak hanya dilihat dari IP bukan?
Keputusan untuk memilih menjadi mahasiswa sekaligus aktivis dakwah tidak pernah salah. Jadi berusahalah optimal di keduanya, maka kehidupan kuliah kita tak akan hanya berakhir dengan selembar ijazah bernilai
tinggi, namun juga surga allah yang menjadi bayaran atas waktu dan tenaga yang
kita jual di jalan-Nya. Insyaa allah [SF]
[Ditulis untuk web ASIA (asiainsantama.blogspot.com) dalam rubrik Kabar Alumni]
Insya allah, akan terus ada jalan bagi para pengemban dakwah.
BalasHapusInsyaa Allah :)
Hapus